Perspektif
Oleh: Nurina Maretha
Aku biarkan kau, berimajinasi dengan pesanku. Tak peduli maksudku atas pesan itu sampai atau tidak dalam fantasimu.
Aku tak akan memaksakan kehendak
atas kebenaranku. Tidak ada yang benar dan salah, yang ada hanya kebenaranku
dan kebenaranmu.
Bukankah mereka sekarang bicara hal
senada? Mereka berkata,
“seharusnya
guru.
Seharusnya guru dapat memancing pertanyaan ‘mengapa’ dari sang murid.”
“Seharusnya
guru membebaskan muridnya berekspresi, tak memaksa mereka menyukai ilmu eksak,
mungkin mereka lebih suka berimajinasi. Agar tercipta orang-orang seperti Walt
Disney di Indonesia.”
“Seharusnya
guru menciptakan metode-metode agar muridnya tertarik untuk belajar dan mencari
tahu hal-hal baru lainnya.”
Abi bilang, “Orang-orang pintar sekarang tak ingin
jadi guru. Mereka lebih memilih untuk menjadi dokter dan teknisi.”
Sudahlah, itu hanya menurutku,
menurut mereka, dan menurut Abi. Pandanganku dibangun dari berbagai macam
sudut. Masih banyak sudut lainnya yang dapat kau lihat, dari sisi kanan, kiri, atas,
bawah, depan, dan belakang.
Kedua bola mata kita, memang hanya
memandang pada satu arah. Tapi jika kau ingin sedikit menggerakkan kepalamu,
kau dapat melihat sisi kanan dan kiri. Dan jika kau ingin menggerakan tubuhmu,
kau dapat melihat sisi belakang, yang kata mereka dapat menjadi pembelajaran
untuk macam-macam hal yang ada di depan.
Jangan ambil mentah-mentah
pandanganku, walau itu tak membuatku buta, tapi aku tak ingin kau curi begitu
saja. Aku senang berbincang-bincang denganmu, tetapi jika kau juga memberi
pandangan yang lain.
Aku ingin kau menjadi orang yang
kaya, dengan tidak menolak segala sudut pandang yang datang. Aku ingin kau menjadi orang yang
pintar, dengan membangun sudut pandang milikmu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar